
Rabu, 18 Agustus 2010 - Terlepas dari salah sebut antara magnet dan gravitasi, jabal magnet adalah salah satu keanehan persepsi manusia itu sendiri, bukannya alam
Seorang
teman menunjukkan fenomena menarik di Arab Saudi. Orang menyebutnya
Gunung Magnet (Jabal Magnet) untuk menjelaskan fenomena ini. Jabal
Magnet terletak sekitar 30 km di utara Madinah dan katanya memiliki gaya
tarik bumi (yang salah disebut sebagai magnet, padahal gravitasi) jauh
lebih besar dari sekitarnya.
Fenomena
yang mengesankan disini adalah efek keterbalikan gravitasi. Saat anda
jalan menurun, rasanya sangat sulit. Pedal gas harus di tekan
dalam-dalam. Sebaliknya, saat anda menanjak naik, kendaraan seolah
bergerak begitu saja. Anda bahkan tidak perlu menekan pedal. Bila anda
yang biasa di pegunungan, anda tentunya tahu kalau sebaliknya lah yang
masuk akal. Naik sangat sulit karena melawan gravitasi, sementara turun
sangat gampang, karena dibantu gravitasi. Bukan hanya dengan kendaraan,
menuang air atau menggulirkan bola akan tampak naik mendaki, bukannya
turun.
Daerah semacam ini bukan hanya
ada di Madinah, tapi di China: (Liaoning, Shan Dong, Xi An), Taiwan,
Utah, Uruguay, India (Ladakh) dan Korea. Dan tidak ketinggalan di Gunung
Kelud, Gunung Semeru dan mungkin di Pager Gunung, Pekalongan, negara
kita sendiri. Beberapa orang langsung mengkaitkannya dengan UFO,
paranormal, mukjizat religius, hantu, dan hal-hal yang justru lebih aneh
lagi dari fenomenanya sendiri.
Jadi
apa sebenarnya fakta ilmiahnya? Well, menurut fisikawan, dan dibenarkan
oleh pengukuran GPS, efek ini semata hanyalah ilusi. Yup. Ilusi yang
disebabkan oleh lansekap. Posisi pohon dan lereng di daerah sekitar,
atau garis cakrawala yang melengkung, dapat menipu mata sehingga apa
yang terlihat menaiki tanjakan sesungguhnya menuruni tanjakan.
Berdasarkan
yang telah anda duga, tidak di seluruh bagian gunung yang mengalami
kondisi ‘ajaib’ ini. Hanya pada titik tertentu, yang langka, yang
kondisi-kondisi memungkinkan agar efek ini terjadi.
Fisikawan
Brock Weiss dari Universitas Negara Bagian Pennsylvania mengatakan
“Kuncinya adalah lereng yang bentuknya sedemikian hingga memunculkan
efek seolah anda menaiki tanjakan.” Pengukuran GPS yang dilakukan Weiss
dan ilmuan lainnya menunjukkan kalau elevasi daerah dasar tanjakan,
sesungguhnya lebih tinggi dari elevasi daerah puncak tanjakan. Jalannya
sesungguhnya menurun!
Pikiran manusia seringkali menipu, dan inilah mengapa kita tidak dapat semata bertopang pada kesaksian,
walaupun jujur. Kita memerlukan alat ukur yang lebih canggih dan
obyektif. Dalam kasus jabal magnet dan ratusan gunung sejenis di penjuru
dunia, bukan Hukum Gravitasi Newton yang salah, tapi pikiran kita
sendiri yang tertipu.
Pengujiannya
sederhana sekali, hanya pengukuran GPS di titik dasar dan puncak
tanjakan. Anda bisa mencoba sendiri bila anda memiliki GPS. Hal ini
mengapa SGS (Saudi Geological Survey) tidak pernah heboh mengenai adanya
Jabal Magnet.
Beberapa orang berusaha
mengambil penjelasan ilmiah dalam bentuk pengaruh lava berusia ratusan
juta tahun. Walau begitu, hal ini jelas salah karena fenomena jabal
magnet terjadi di daerah lain yang bukan gunung berapi.
Mata
manusia dan otak dapat dengan mudah dibohongi sehingga berpikir kalau
hukum fisika dapat berubah, namun yang ada hanyalah penyimpangan sudut
pandang dan sudut yang ganjil. Apa yang dimiliki oleh semua lokasi
gravitasi terbalik ini adalah cakrawala yang sepenuhnya atau sebagian
besar terhalangi. Akibatnya, sulit bagi mata manusia untuk menilai
kemiringan sebuah permukaan. Tidak adanya titik referensi yang handal,
diperkuat ilusinya oleh indera keseimbangan tubuh, khususnya bila
kemiringan lereng ini kecil. Akibat lain dari tidak adanya referensi
adalah benda yang secara normal dianggap tegak lurus tanah (seperti
pepohonan) dikira memang tegak lurus, padahal ia berbaring. Ilusi ini
serupa dengan ilusi kamar Ames, dimana bola dapat terlihat bergulir
melawan gravitasi.
0 komentar:
Posting Komentar